Menjemput Hidayah Bersama Wahdah Islamiyyah

     Aku adalah gadis tomboy lulusan sebuah Sekolah Menengah Ekonomi Atas di Jakarta. Sebenarnya aku ingin bekerja setelah lulus SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas), namun karena nilai NEM  ( Nilai Evaluasi Murni) dan ijazahku memenuhi syarat untuk lanjut kuliah ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri), aku mendaftar Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) , pilihan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan pilihan kedua Universitas Hasanuddin di Fakultas yang sama. Sebelum Tes Sipenmaru aku juga mengikuti tes STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Qodarullah aku tak lulus STAN, akibatnya aku depresi dan tak berminat melihat pengumuman Sipenmaru di Senayan. Aku dengan santainya memandangi ikan-ikan koi berenang di aquarium sore itu, tiba-tiba langganan koran kami datang, iseng-iseng kubuka lembaran pengumuman Sipenmaru, tiba-tiba mataku tertuju pada satu nama. A.....H......jantungku berdebar kencang. Aku menjerit histeris sambil membuang koran tersebut. Aku berlari gembira ke ruang keluarga, "Aku lulus" semua tersenyum bahagia kepadaku, jam menunjukkan pukul 17.00 sore. Aku dan keluargaku menyikapi kelulusan ini dengan santai, (ah....Universitas Indonesia, dekat masih di dalam kota) tiba-tiba pukul 24.00 malam aku mengambil koran itu lagi, masih terbawa euforia kelulusan, sekali lagi kutelusuri nama-nama yang lulus, kok nomor dibelakang setiap nama 021...? Aku beda sendiri 081...? Aku terkejut dan histeris lagi, "ah...aku lulusnya pilihan kedua, berarti harus segera cari tiket ke Makassar. Jangan dibayangkan semudah hari ini cari tiket pesawat. Kakak-kakakku berjibaku mencarinya keliling Jakarta malam itu juga, masyaallah.
    Aku berangkat ke Makassar berbekal sebuah koper dan sebuah tas ransel. Tiba di rumah keluargaku, aku langsung berangkat ke Kampus Unhas (Universitas Hasanuddin) Barayya, mengurus pendaftaran ulang mahasiswa baru. Aku berkenalan dengan beberapa teman sefakultas, Alhamdulillaah.
     Aku menyusuri jalan di Kampus ini, aku bergumam dalam hati, "Kampus kok gini ya, banyak kotoran sapi bertebaran, ini Kampus Mahasiswa atau sapi sih?"
Singkat cerita, setelah Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan Orientasi Maba ( Mahasiswa Baru), aku pun menjalani perkuliahan. Jarak rumah keluarga di Kompleks Perwira Bungayya ke Kampus Unhas yang baru di Tamalanrea cukup jauh. Akhirnya diputuskan untuk kost di Pondokan Mahasiswa, kebetulan ada keluarga yang memiliki kost-kostan namanya Puang Le'leng. Aku pun tinggal di sana. Penampilanku yang tomboy, dan logat khas Jakarta membuat aku lebih akrab dengan teman-temanku asal Jakarta yang juga diterima di Unhas, salah satunya Mukhlis, mahasiswa Tehnik Sipil' 86, setiap melintasi FT (Fakultas Teknik), dia menyapaku akrab. Namun sapaan itu berubah menjadi ejekan dan hinaan ketika semester tiga, penampilanku berubah total. Setengah berteriak dia berkata kepadaku "Haha... Gue kira siape elo, kesurupan setan darimana lo, pangling gue!!!" sambil menatap Gamis dan jilbab hitamku yang super lebar. Aku hanya terdiam membisu, aku tak tahu harus berkata apa, bahkan aku berjalan menjauh darinya dan menjaga jarak dengannya sejak hari itu,18 April 1987, itulah hari bersejarah bagiku. Hari dimana Aku merasa bebas, merdeka dari penghambaan kepada  selain Allah. Hari ini namaku hijrah, berubah menjadi Annisaa Abdillaah. Wanita yang hanya menghamba kepada Allah
      Aku tertarik mengikuti kajian-kajian keislaman di Kampus dan Pondok M, bila ada training HMI ( Himpunan Mahasiswa Islam) aku ikut, bila ada kegiatan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), MPM (Mahasiswa Pencinta Musholla), Fosidi (Forum Studi Intensif Dienul Islam) aku juga ikut. Aku sangat haus akan ilmu Dien. Lingkungan Pondokan Mahasiswa telah menempaku menjadi akhwat, Ustadz Syamsuddin,Ustadz Hasbi dari Pesantren Darul Istiqomah Maccopa Maros, sangat aktif membagikan ilmunya untuk kami, semoga Allah membalas jerih payah mereka dengan jannah, Aamiin. Salah satu tempat favoritku dalam menimba ilmu dien ini adalah Masjid Ikhtiar, yang terletak di Jln Sunu, Kampus Unhas Barayya. Disini, aku mulai mengenal kakak-kakak aktivis seperti Ikhwan Qasim, Ikhwan Zaitun, Ikhwan Hidayat Hafidz dll, mereka sering mengadakan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan). Aku paling suka dengan materi Problematika ummat, Aqidah, Ibadah, dan akhlaq. Semakin hari, semakin bertambah teman, ilmu dan pengalaman mengelola LDK.
Ada banyak cerita lucu, ketika aku jadi panitia bidang konsumsi, sejujurnya aku belum tahu cara memasak nasi, membuat sayur, membersihkan ikan dan lain-lain, jujur aku memang tidak pernah tertarik dengan serba serbi dapur, namun LDK telah memberi pelajaran berharga,pernah aku membuat bakwan udang, kepala udang ditumbuk bersama kulitnya dan dicampurkan ke adonan, kontan semua peserta jadi sakit perut dan diare, terkadang, nasi yang kumasak masih mentah atau bahkan gosong. Salah satu pesertanya, ternyata ditakdirkan menjadi suamiku di kemudian hari ( kini 25 tahun bersama).
     Salah satu tempat yang paling bersejarah bagiku, adalah rumah Murabbi kami di Jl.Kandea no 26, letaknya tidak jauh dari FKG Unhas Barayya, Rumah Ust.M.Qosim Saguni, dulu kami biasa memanggilnya Ikhwan Qosim, sepekan sekali kami tarbiyah bersama 11 orang akhawat lainnya. Kala itu nama Wahdah Islamiyah belum ada, lembaga yang ada bernama Yayasan Fathul Muin, akhawatnya disebut M2A ( Majelis Musyawarah Akhawat). Beribu kenangan bersama akhawat serasa berlarian di depan mata tuaku saat ini (kini usiaku 50 tahun), episode demi episode, Tarbiyah, berbagi tugas mengisi KKI (Kelompok Kajian Islam)di SMA  (Sekolah Menengah Atas) se-Makassar (dulu Ujung Pandang), Ukhti Sri Istini di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) 1, Ukhti Suryani rahimahallah (semoga menyebabkannya masuk jannah,aamiin) di SMAN 2, Ukhti Rabi'ah rahimahallaah,( semoga menyebabkannya masuk Jannah, aamiin)  dan aku di SMAN 5, Aku di SMAN 9, Ukhti Nurul Izzah, Ukhti Ila Nurul Falah, Ukhti Kurniati, Ukhti Ibrah, Ukhti Hadasiah, Ukhti Amrah, Ukhti Aswad, Ukhti Hasnah Hallu, Ukhti Maryati Rauf, Ukhti Rini Jafri, Ukhti Risfa, Ukhti Fathira, dan Ukhti Qisthi, kami berkolaborasi dalam setiap LDK. Team kami ibarat bangunan yang kokoh, saling menguatkan, tak perduli panas, hujan, jauh dekat semua kami tempuh, meski banyak hambatan,masyaallah meski uang sakuku berlembar-lembar puluhan ribu, namun aku sangat bahagia bila ikhwan Qosim memanggil nama kami satu persatu dan diberikan amplop kecil bertuliskan nama kami dan isi mukafaah kami Rp.5.000/ bulan subhanallah, masyaallah, Fabiayyi ala irabbikuma tukadzdzibaan.
    Jika ingat fase-fase dakwah Rasulullaah Shallallaahu'alaihi wa sallam, maka liqo' mengikuti pola Darul Arqam. Fase berikutnya seperti Nabi yang juga membangun masjid untuk ibadah dan pusat pengembangan dakwah, maka YFM (Yayasan Fathul Muin) juga ingin membangun masjid. Masjid yang akan dibangun diatas tanah yang terletak di Jl. Abdullaah dg Sirua, tidak jauh dari rumah Bapak drg.Dain Yunta, ketua YFM.
     Perjuangan membangun masjid dimulai dengan mengerahkan para ikhwan sebagai tukang bangunannya dan akhawat sebagai juru masak konsumsinya. Aku pun tidak ketinggalan mendapat giliran memasak. Ada kisah lucu di sini. Yuk, ikuti terus ceritanya.
    Aku dan ukhti Rukma mendapat tugas memasak hari itu, hari Selasa (aku tak hafal tanggal persisnya, saat ini Ukhti Rukma sedang di Jepang). Kami berdua bergegas ke rumah bu Dain  mengambil bahan-bahan yang akan dimasak. Kami sangat antusias, menjadi bagian dari pendiri Masjid Wihdatul Ummah, meski konstribusi kami sangat kecil. Demikian pula di luar sana mungkin para ikhwan juga bekerja sama, mengangkut pasir, mengaduk semen, menyusun bata, membuat pondasi dan lain-lain.
    Singkat cerita, masakan kami sudah matang, saatnya untuk disajikan, mungkin para ikhwan dan ustadz Syamsuddin sudah lapar. Aku meletakkan nasi sepenuh-penuhnya diatas piring hingga berbentuk gunung, sepotong ikan goreng dan tiga sendok sayur, sangat tidak seimbang dengan nasinya yang super banyak, kami tak menyadari hal ini (maklum, sejujurnya aku tak pernah tertarik dengan pekerjaan wanita yang satu ini, memasak). Aku menyodorkan piring demi piring ke bawah gorden/hijab. Baru 3 piring yang keluar, tiba-tiba Ustadz dan beberapa ikhwan terdengar batuk-batuk dan cengengesan.
"Sepertinya ada yang tidak beres nih," pikirku.
Benar saja, terdengar Ustadz berkata "Ukuran apa na pake ini akhwat, bukan ki kuli ini?....haha..."
Dengan perasaan malu, kami berdua diam-diam menyelinap pergi dan tidak kembali lagi, padahal tugas kami seharusnya sampai mencuci piring. Ya, perasaan malu kami mampu mengalahkan rasa tanggung jawab kami, maafkan kami, Masjid Wihdatul Ummah.
     Setelah kejadian itu, aku tak pernah memasak lagi di Wihdatul Ummah, hingga tembok dan atap masjid selesai dibangun, meski berlantai pasir tanpa keramik, kami sudah mulai menggunakan masjid untuk pengajian,tabligh akbar,, bahkan mengundang Ustadz A.M. Saefuddin (waktu itu,beliau menjabat Rektor UIKA (Universitas Ibnu Khaldun), Bogor, Jawa Barat. Alhamdulillaah, sensasinya serasa berada di Masjid Nabawi berlantai pasir beratap daun korma (hehe... ini sih atap seng, Alhamdulillaah). Seiring berjalannya waktu, Masjid Wihdatul Ummah terus berkembang, baik fisiknya maupun kegiatan-kegiatannya.
     Aku sibuk dengan kuliahku, hingga tiba masanya untuk Kuliah Kerja Nyata, praktis kegiatan tarbiyah di Kandea 26, terhenti, semua amanah di SMA di-handle oleh Akhawat yang tidak KKN (Kuliah Kerja Nyata). Aku dan sahabatku Darmawati (Mahasiswa Peternakan '86) hanya berdua yang berjilbab, puluhan Mahasiswi lain yang se-desa dengan kami tidak satu pun berjilbab. Bisa dibayangkan betapa 'asing' (Ghuraba) nya kami saat itu.
     Aku berbekal puluhan kaos kaki, celana panjang, jilbab dan Gamis hingga barang bawaanku paling banyak.Sebuah koper besar, tak lupa kuisi juga dengan Al-Qur'an dan buku-buku keislaman, sebagai nutrisi ruhiyahku. Ssst.., aku dapat bocoran dari dosen bahwa Desa Botto, Kabupaten Sidrap ,tempatku ber KKN nantinya, adalah Lahan kritis, tanpa listrik tanpa jembatan, alias harus menyeberang sungai tanpa alat. Artinya, aku harus membawa 4 set properti pakaian meliputi ,kaos kaki,celana panjang,gamis,jilbab dan lain-lain, terutama kalau debit air sungai sedang naik. Bila hujan, setiap kali menyeberang sungai, Masyaallah, kondisi  ini sangat menguji mujahadahku sebagai akhwat, terpisah dari murabbi dan mutarabbi, jauh dari teman-teman sefikrah, bergaul dengan orang-orang awam yang tak paham aurat, ikhtilath dan hijab, bahkan kami sekamar dengan mahasiswi bermata sipit dan beragama Nasrani. Perjuangan ini cukup berat, 24 jam Aku berbusana muslimah lengkap dengan kaos kaki, tidur, makan bahkan ketika mencuci dan mandi.
     Ya rabb, kuatkanlah kami semoga bisa istiqomah, aamiin
Pertolongan Allah selalu ada dimanapun kita berada, justru datang di saat yang tepat, selama kita berpegang kepada tali Allah, Habluminnallah, itu pesan murabbiku. Aku berusaha menebarkan dakwah ini kepada siapa saja yang berinteraksi denganku, termasuk guru dan murid-murid SD disana. Selain penyuluhan tentang koperasi. Aku juga mengelola TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) anak-anak di Masjid. Jika teman-teman yang lain asyik (maaf) berpacaran 'Cinlok' (Cinta Lokasi). Aku dan Darmawati menyibukkan diri dengan anak-anak TPA di Masjid dan mengajar Pelajaran Agama di SD, bahkan aku dapat gaji Rp.20.000 per bulan sebagai guru, Alhamdulillaah. 
     Ada kisah lucu juga disini. Kepribadian kami yang overprotektif bagi teman-teman mahasiswa, membuat mereka penasaran. Salah satu Mahasiswa Kedokteran, biasa dipanggil Bang Udi, sering mengganggu kami, iseng-iseng mengintip kamar tidur kami, ingin tahu panjang rambut kami lah,ingin lihat kaki kami lah, pokoknya penasaran aja, tapi kami selalu berpakaian lengkap, kapan pun dan dimanapun, bahkan ketika tidur, selama 2 bulan di lokasi KKN, aku selalu terjaga di malam hari, tak pernah tertidur pulas. Aku merasa sedang berada di medan perang (Ribath/ berjaga di medan perang). Aku tak boleh lengah, hingga tibalah suatu hari dimana aku sangat bersyukur pada 'Penjagaan Allah' terhadap kami. Ketika menyeberang sungai untuk suatu program di sebuah dusun yang terpencil, aku dan Darmawati, menyebrang dengan pakaian lengkap, jubah, kaus kaki, dan celana panjang kami basah,tapi kami berhasil berganti baju lengkap yang kering lagi di seberang sungai tanpa terlihat siapa pun kecuali Allah. Rupanya ada teriakan seseorang yang lari terbirit-birit sambil meminta tolong, hehe Bang Udi dikejar oleh seekor kerbau besar yang bertanduk, siap menyeruduknya. Alhamdulillah ya Allah, atas perlindunganMu. Dengan kesal dia berteriak, "Hey aku tadi lihat kaki kalian!!" sambil meringis kesakitan, kami hanya terdiam, tidak percaya.Yang pasti sebelumnya dia sudah dikejar-kejar kerbau, sangat tidak mungkin dia sempat melihat kaki kami, impossible. Setelah kejadian itu, agaknya Bang Udi sudah kapok,bahkan terkesan "marah" ke kami, wallaahu musta'an.
     Singkat cerita, KKN usai sudah, anak-anak binaan kami di desa Botto, terharu dan menangis, melepas kepergian kami, dua bulan bersama mereka semoga bisa menebar benih keimanan yang subur untuk membentengi diri dari kurafat dan kesyirikan yang masih membudaya, di sini masih ada animisme. Semoga kelak mereka tersentuh hidayah Islam yang kaaffah,aamiin
     Kembali ke kampus, kembali ke Makassar, kota tercinta, tempat bersemainya keimanan. Tantangan telah menanti, aku diamanahi sebagai ketua Fosidi (Forum Studi Intensif Dienul Islam) khusus akhawat. Sami'na wa Atho'na. Kugarap Skripsiku di sela-sela waktu luang dakwah ,terbalik ya? Tidak, justru dakwah lebih utama daripada skripsi, ah, masa iya? Iya, kita coba berfikir anti mainstream. Logika terbalik ini mengajariku satu hal, bahwa seluruh aspek kehidupan bisa bernilai ibadah bila diniatkan karena Allah.
Fosidi Ikhwah diketuai oleh Ikhwan Taufan Jafri (Mahasiswa Pertanian'87). Kami memanfaatkan koridor-koridor beberapa Fakultas sebagai tempat kajian keislaman. Hijab berupa kain, papan-papan triplek pengumuman terkadang mewarnai koridor kampus sebagai hijab pembatas antar ikhwan dan akhwat. Ini mungkin yang jadi cikal-bakal Masjid Koridor Kampus Unhas, sebelum dibangunnya Masjid yang sekarang di tepi Danau Kampus.
Alhamdulillah, bekerjasama dengan MPM (Mahasiswa Pencinta Musholla) kami dapat basecamp di Basement Fakultas Teknik,diberi nama Musholla Aqilah, khusus untuk Akhawat. Ada dua nama aktivis yang paling aktif disini, Ukhti Erna Manimbangi dan Ukhti Amalia Husna Bahar (Yuyu kecil, soalnya ada satu lagi Yuyu Djafar: Yuyu Besar, saat ini jadi Dosen FT).
    Alhamdulillaah, hari demi hari mahasiswi berjilbab di kampus Unhas semakin bertambah, bukan hanya Fosidi, tetapi MPM, HMI, IMM, Jemaah Tabligh, dll turut mewarnai dakwah kampus yang semakin semarak dengan jilbaber dan menjamurnya kajian keislaman. Hidayah Allah terus menyapa teman-teman dan mulai aktif tarbiyah. Pondok Mahasiswa seperti Pondok Ihsan, Pondok Amanah, Pondok Khairun Nisa, Pondok Al Kautsar, Pondok M dll, menjadi kantong-kantong dakwah dan pengkaderan. Aku tenggelam dalam keasyikan LDK, skripsiku sudah hampir setahun ini kugarap namun tidak rampung juga, "lama banget" protes keluargaku.
     Aku butuh waktu yang panjang untuk menuntaskan skripsiku ini, judulnya 'aneh' kata teman-temanku "Analisis MODEL Keuangan Usaha Busana Muslimah "Annisa" di Jakarta Timur.(Sistem Mudharabah, Profit and Loss Sharing)". Aneh untuk zaman itu, 26 tahun yang lalu. Biasanya yang dianalisis MODAL bukan MODEL. Kondisinya, belum ada literatur Ekonomi Islam, belum ada internet atau ada tapi terbatas untuk kalangan tertentu, belum ada Bank Islam atau Bank Muamalat di Indonesia, waktu itu baru ada di Sudan. Unhas bukan Universitas Islam, tidak ada dosenku yang mau jadi pembimbing/konsultan, lengkap sudah kendalanya. Tapi aku tidak patah semangat, berawal dari keyakinan untuk mendakwahkan islam dalam  bidang Ekonomi, aku membuat Hipotesis sendiri:
  1. Ekonomi Islam lebih baik dari Ekonomi Konvensional yang Riba bagi pertumbuhan Ekonomi suatu negara
  2. Sistem Mudharabah (Profit and Loss Sharing)  lebih menguntungkan bagi investor dalam berinvestasi dari pada sistem Interest Rate (bunga)
  3. Prospek Usaha Busana Muslimah cukup besar signifikan dengan perkembangan dakwah Islam di masa depan.
Aku berusaha membuktikan hipotesis ini melalui penelitian, analisis data dan beberapa instrumen penelitian, latar belakangku dalam Manajemen keuangan dan Finance yang walaupun masih amatir cukup membantu pengujian hipotesis ini. Proposal penelitian di Jakarta, pengambilan data dan perburuan referensi ke beberapa tempat seperti Baitul Maal wa Tamwil di ITB ( Institut Teknologi Bandung) , dulu masih di Butik Safiira Bandung ,Perpustakaan UI (Universitas Indonesia), Perpustakaan UIKA (Universitas Ibnu Khaldun) di Bogor, Butik "Annisa" PT. Anugerah Nirmala Usaha, Toko Buku Walisongo di Jakarta, serta do'a, akhirnya Judul Skripsiku diterima dan konsultanku, tidak tanggung-tanggung, seorang Professor, masyaallah, syukran Prof.Burhamzah, telah bersedia menjadi pembimbingku, meski ada rumor di Mahasiswa, bahwa dijamin lama selesainya bila dibimbing beliau. Aku justru senang, karena aku memang mencari ilmu, bukan sekedar ijazah dan cepat lulus.
     Tarbiyah telah mengubah semuanya tentang diriku,
cita-citaku yang dulu ingin bekerja di perusahaan asing, agar menjadi orang kaya dan bahkan jadi Direktris perusahaan seperti saudara-saudaraku yang lain.Mereka semua menguasai dunia, uang di tangan, hidup menjadi mudah dengan uang. Kini paradigma itu berubah dalam diriku, mungkin aku juga ingin kaya, tetapi kaya tanpa RIBA, alokasi kekayaan untuk kemaslahatan dakwah ilallaah. Gaya fashion-ku, yang dulu selalu inginnya branded, aksi dan fashionable kini berganti niqob dan gamis, lau maa taa laa imin, tidak takut pada celaan orang-orang yang mencela. Aku overconfident dengan jilbab syar'iku, idolaku yang dulu, penyanyi jazz, seperti Ruth Sahanaya, Fariz RM, Ully Sigar, Utha Likumahua, kini telah berganti menjadi Rasulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa sallam, Ummahatul mu'minin, masyaikh murattal dan qori-qori Timur Tengah.
    Tarbiyah telah mengubah seleraku tentang lawan jenis, jika dulu aku sangat tertarik dengan cowok pendaki gunung yang pandai main gitar, kini aku tertarik dengan ikhwan sholeh, ahli masjid aktif tarbiyyah, bercelana cingkrang, tidak merokok, berakhlak baik dan biasa mengimami sholat dengan bacaan Al-Qur'an yang fashih bahkan hafal 30 juz. Ukuran/indikator kesuksesan sebuah keluarga bukan lagi berhasilnya menyekolahkan anak-anak mereka di PTN ternama, tetapi lebih kepada berhasilnya menanamkan aqidah, ibadah, Akhlak dengan tarbiyah Al-Qur'an sejak dini hingga dewasa. So, Allah telah menyediakan dua jalan untuk kita
fujur dan taqwa, maka ikutilah jalan taqwa, itu yang akan menuntunmu ke Syurga. Itu pesan murabbiku yang masih kuingat setelah berlalu beberapa tahun, generasi berganti.
     Aku menikah dan melahirkan tiga orang anak yang lucu-lucu.
Euforia pernikahan menjadi jeda sejenak dari Korps Murabbiyah dan se-abreg kegiatan tarbiyah dan pelengkapnya. Aku menjalani rutinitas harian sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu. Kejenuhan terkadang menerpa. Ada kerinduan berkumpul kembali dengan akhawat, merasakan manis pahitnya dinamika dakwah kampus lagi. Ah, itu hanya ilusi dan fatamorgana. Tugas suamiku di Industri Pesawat Terbang  Nusantara (IPTN/Nurtanio) Bandung ini, telah memisahkan aku dari Akhawat seperjuangan, khususnya di Kandea 26.
     Aku serasa Kambing, yang berjalan sendirian di padang rumput luas tak bertepi. Sewaktu-waktu 'singa' berupa hawa nafsu, siap menerkamku bila lengah. Tidak, aku harus tetap bangkit, bila tak ada murabbi, aku harus menjadi murabbi untuk diriku sendiri. Aku harus berdakwah di sini, mad'uku ya anak- anakku, anak tetanggaku, kalau perlu ya tetanggaku juga. Aku mulai menawarkan diri untuk mengajarkan Iqra'. Alhamdulillah,terbentuk 1 liqo' anak-anak TK dan SD, dakwah kembali mengalir dalam darahku,seiring berjalannya waktu, anak-anakku bertambah usia dan fisiknya. Aku memutuskan bergabung dengan sebuah Lembaga Pendidikan bernama SDIT dan SMPIT Al-Amanah, Lembang, Bandung.
     Alasanku bergabung di sini karena aku menemukan sosok akhawatku seperti di Makassar, entah kenapa hatiku langsung terikat di sini. Meski jaraknya cukup jauh dari Cimahi,aku selalu bersemangat, awalnya suamiku mengantar jemput, kemudian aku naik angkot, kedua anak kecilku kupangku di pangkuan kanan dan kiriku, ah, tulang kakiku seperti mau patah, tapi entah kenapa aku tetap bertahan, aku pun memberanikan diri menyetir mobil sendiri, dengan muatan dua orang anak yang makan pagi dan malam serta tidur dengan bantal-bantal di mobil. Aku pulang ke rumah hanya untuk istirahat dan tidur, esoknya ketika hari masih gelap, ba'da shubuh berangkat lagi. Aku tak tahu, kekuatan apa yang mendorongku tetap bertahan di Al-Amanah, padahal gaji bulananku selalu habis untuk ongkos transportasi sebelum waktunya.   
     Hingga suatu hari, ketua yayasan menelepon istrinya via Hp (handphone) dan berkata ada yang ingin bicara denganku. Aku mendengarkan suara diseberang sana, sepertinya suara ini tidak asing bagiku, oh, ternyata murabbiku, Ikhwan Qosim atau kini dikenal dengan Ustadz Ir.H.Muhammad Qosim Saguni,MA yang mengatakan, tetaplah di Al-Amanah, karena tidak lama lagi banyak akhawat kita yang akan ke Bandung. Masya Allah, hari yang membahagiakan, sebagai jawaban atas terikatnya hatiku di Lembang ini. Akhirnya mereka datang, masyaallah. Dari akhawat inilah aku tahu bahwa YFM telah berkembang pesat dengan cabang sebanyak 26 provinsi dan kini bernama Ormas Wahdah Islamiyah akupun bergabung dengan Ukhti Aisyah dan Ukhti  Salwa serta akhawat lain dan menyaksikan terbentuknya DPW WI Jabar, Alhamdulillaah, selamat berjuang bersama Wahdah Islamiyah, itulah sekelumit perkenalanku dengan Wahdah Islamiyah,  bersamanya aku menjemput hidayah ilahi,berusaha istiqomah melalui tarbiyah yang istimror. Liqo' yang berlangsung terus menerus hingga maut menjemput, insyaallaah. Semoga berkumpul kembali di JannahNya kelak, bersama Kafilah dakwah Pembawa Cahaya Rasulullaah Shallallaahu 'alaihi wa sallam,aamiin.
ditulis oleh Andi Hartati, S.E (Annisaa Abdillaah )

Komentar

  1. Tarbiyah,episode terindah yang tak lekang oleh musim, hidayah menyapa hati-hati yang gersang,tandus,jenuh,hampa,rindu,haus akan ilmu dien agar tak tersesat di alam dunia yang fana dan menipu ini....wahai ukhtiku....yang berjatuhan dari jalan dakwah,mari kembali merajut hari-hari yang indah bersama kafilah ini.,,,Wahdah Islamiyah,meski jalan yang akan kita lalui....tak selalu indah

    BalasHapus
  2. masyaa Allah... lucu dan terharu bacanya um... tahun 87 saya baru lahir... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillaah,semoga bermanfaat ya....aamiin

      Hapus
    2. Alhamdulillaah,semoga bermanfaat ya....aamiin

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam dan Kafilah Pembawa Cahaya